A. Pengertian Pangan
Pangan menurut
Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman (Anonim, 2012).
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman (Anonim, 2012).
Makanan atau tha'am dalam bahasa Al-Quran adalah segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi. Karena itu "minuman" pun termasuk dalam pengertian tha'am. Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 249, menggunakan kata syariba (minum) dan yath'am (makan) untuk objek berkaitan dengan air minum. Kata tha'am dalam berbagai bentuknya terulang dalam Al-Quran sebanyak 48 kali yang antara lain berbicara tentang berbagai aspek berkaitan dengan makanan. Belum lagi ayat-ayat lain yang menggunakan kosa kata selainnya. Perhatian Al-Quran terhadap makanan sedemikian besar, sampai-sampai menurut pakar tafsir Ibrahim bin Umar Al-Biqa'i, "Telah menjadi kebiasaan Allah dalam Al-Quran bahwa Dia menyebut diri-Nya sebagai Yang Maha Esa, serta membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaan-Nya, kemudian memerintahkan untuk makan (atau menyebut makanan)." Lebih jauh dapat dikatakan bahwa Al-Quran menjadikan kecukupan pangan serta terciptanya stabilitas keamanan sebagai dua sebab utama kewajaran beribadah kepada Allah. Begitu antara lain kandungan firman-Nya dalam surat Quraisy (106): 3-4, yang artinya:
“Hendaklah mereka menyembah Allah, yang memberi mereka makan sehingga terhindar dari lapar dan member keamanan dari segala macam ketakutan” (Shihab, 1996).
B. Ketrsediaan Pangan
Ketersedian
pangan menurut kapitalis adalah ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup
aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari
produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersedian
pangan dalam hal ini lebih serng dilihat secara makro. Jika stok memadai
dibandingkan tingkat kebutuhan secara makro maka ketersediaan pangan dianggap
cukup. Masalah distribusi dan bisa diakses oleh tiap individu atau tidak,
itu tidak jadi perhatian. Disamping itu dengan filosofi kebebasan ala
kapitalis maka penyediaan pangan itu harus diberikan kepada swasta secara
bebas. Keserdiaan pangan yang ditempuh pada sistem kapitalis ini tidak
membatasi pelaku penjamin ketersedian pangan oleh negara. Hal itu memungkinkan
pihak-pihak lain di luar Negara (swasta DN dan LN) bisa mengambil andil yang
sangat besar. Akibatnya terjadilah monopoli bahan pangan, menumpuknya
kendali supply pangan pada sekelompok orang, serta impor yang menyebabkan
ketergantungan kepada Negara lain ( lihat RUU tentang Pangan). Contoh, saat ini
impor kedelai yang 90% berasal dari AS dikuasai oleh empat perusahaan saja termasuk
Cargill yang induknya di AS, impor gula dikuasai oleh 7-8 perusahaan saja,
impor gandum yang tahun ini bisa mencapai 7,1 juta ton senilai USD 3,5 miliar
atau setara Rp 32,8 triliun (liiputan6, 17/6) dikuasai tidak lebih oleh 4
perusahaan saja, yang terbesar Bogasari dari Grup Salim. Hanya beras yang
impornya dikendalikan oleh negara, tapi pelaksanaan impornya yang ditenderkan
kepada importir swasta dan dijadikan bancakan oleh para pejabat dan politisi. Pada
saat ini perusahaan–perusahaan yang memiliki modal besar mampu menguasai pangan
dari hulu hingga hilir (contoh, mulai dari impor gandum, industri tepung terigu
sampai makanan olahan berbahan tepung terigu dikuasai oleh perusahaan dari satu
grup, terutama grup Salim Bogasari – Indofood cs). Akibatnya mereka bisa
mengendalikan penentuan harga di pasar, dan menyebabkan hilangnya peluang usaha
bagi masyarakat yang memiliki modal terbatas (HTI, 2012).
Pangan sebagai unsur paling pokok dari kebutuhan hidup manusia selalu
menjadi bahan perbincangan dan perdebatan yang masih terus saja mengalir.
Dimulai dari kaum Fisiokrat yang melihat
pentingnya lahan pertanian sebagai aset paling dominan bagi kemakmuran rakyat,
pangan terus mendapat porsi penting dalam strategi pembangunan suatu negara.
Beberapa pemerintahan dunia, seperti Amerika Serikat dan Australia misalnya,
memberikan subsidi yang luar biasa besar bagi sektor pertanian. Karena sektor
inilah yang akan langsung berhubungan dengan hajat hidup rakyat banyak.
Tidaklah mengherankan jika kemudian sebuah negara bagian seperti Nebraska mampu
mensuplai kebutuhan pangan untuk sepertiga kebutuhan total dunia. Pemerintah
Indonesia sendiri juga dahulunya memberikan porsi utama pada sektor ini. Namun
seiring perkembangan zaman dan tuntutan kemajuan teknologi, orientasi pun
diarahkan pada industrialisasi. Dampak positifnya memang dapat kita rasakan,
namun tanpa struktur pertanian tanaman pangan yang baik swasembada yang dahulu
pernah menjadi kebanggaan seakan hanya tinggal dongeng dan cerita lalu saja. Lalu
bagaimanakah Al-Qur’an melihat permasalahan pangan ini?
Salah satu surat makiyyah yang cukup banyak memberikan ulasan seputar masalah
pangan suatu negara adalah surat Yusuf. Surat bernomor urut dua belas ini
banyak menceritakan sebagian kisah hidup Nabi Yusuf as, yakni dalam 98 ayat
dari total 111 ayat yang terdapat dalam surat ini. Surat ini diawali dengan
penegasan bahwa Al-Qur’an adalah kitab mubinan yang memberi penjelasan kepada
manusia dengan perantara bahara Arab agar
manusia mau berfikir menggunakan akalnya (QS.Yusuf[12]:1-2). Dalam rangakaian
ayat-ayat keempat puluh tiga dan seterusnya urusan logistik
mulai dibicarakan. Setidaknya terdapat dua faktor pokok menajemen pangan yang
gambarkan ayat-ayat tersebut (Yuli, 2008).
C. Manajemen Pangan dalam Islam
Krisis pangan yang terjadi di Indonesia
tidak bias lagi dihindarkan karena beberapa faktor yang telah disebutkan di
atas. Dengan hal ini, maka diperlukan manajemen pangan yang menggunakan
beberapa pendekatan menurut perspektif Islam. Menurut Yuli 2008, ada dua
pendekatan yang digunakan dalam memanajemen pangan berdasarkan perspektif dalam
Islam yaitu sebagai berikut:
1.
Program Pangan Yang Baik Dan
Jelas (Good Programming)
Faktor yang pertama mendapat perhatian adalah masalah Good Programming. Perencanaan yang matang dari suatu kebijakan diterangkan secara rinci dalam ayat 43 sampai dengan 49. Dimulai dari mimpi Sang Raja Mesir yang melihat tujuh ekor sapi betina gemuk dimakan oleh tujuh sapi betina kurus dan tujuh tangakai gandum yang hijau dengan tujuh tangkai yang kering (QS.Yusuf [12]:43). Para ahli nujum kerajaan mengalami kebingungan dengan mimpi ini. Lalu tampilah Nabi Yusuf as, yang sebelumnya dipenjara memberikan penjelasan terhadap masalah mimpi tersebut. Beliau lewat ilmu yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya menceritakan bahwa selama tujuh tahun ke depan, Mesir akan mengalami panen yang baik, lalu diikuti dengan masa paceklik dalam rentang waktu yang hampir sama (QS.Yusuf[12]:47-49).
Faktor yang pertama mendapat perhatian adalah masalah Good Programming. Perencanaan yang matang dari suatu kebijakan diterangkan secara rinci dalam ayat 43 sampai dengan 49. Dimulai dari mimpi Sang Raja Mesir yang melihat tujuh ekor sapi betina gemuk dimakan oleh tujuh sapi betina kurus dan tujuh tangakai gandum yang hijau dengan tujuh tangkai yang kering (QS.Yusuf [12]:43). Para ahli nujum kerajaan mengalami kebingungan dengan mimpi ini. Lalu tampilah Nabi Yusuf as, yang sebelumnya dipenjara memberikan penjelasan terhadap masalah mimpi tersebut. Beliau lewat ilmu yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya menceritakan bahwa selama tujuh tahun ke depan, Mesir akan mengalami panen yang baik, lalu diikuti dengan masa paceklik dalam rentang waktu yang hampir sama (QS.Yusuf[12]:47-49).
Berdasarkan ramalan futuristik dari Nabi
Yusuf inilah selanjutnya diagendakanlah sebuah perencanaan (planning) jauh ke depan,
yang matang untuk menghadapi bahaya kelaparan yang mungkin terjadi. Panen dan
swasembada pangan yang diperoleh penduduk Mesir selama tujuh tahun
diinventarisir untuk kepentingan konsumsi di masa yang akan datang. Upaya-upaya
produktif untuk menjaga kestabilan produksi pangan agar seimbang dengan
pertumbuhan penduduk pun dilakukan. Partisipasi aktif dari seluruh rakyat Mesir
pun tampak dalam keadaan yang serba tidak pasti ini. Sehingga tak mengherankan
jika kemudian rakyat Mesir berhasil melewati tantngan pangan yang melanda
mereka. Bahkan rangkaian ayat selanjutnya pun menceritakan kepada kita bahwa
bangsa Mesir mampu memberi bantuan tetangga-tetangga negeri lain yang kekurangan
(QS.Yusuf[12]:58).
2.
Kemampuan Memimpin Yang
Efektif Dan Bertanggung Jawab (Smart
Leadership)
Faktor kedua yang secara signifikan memberi kontribusi bagi efektifnya program pangan kerajaan Mesir tersebut adalah kepemimpinan yang luar biasa cerdas (smart leadership) dari seorang Nabi Yusuf as. Dikisahkan bahwa setelah menceritakan ta’wil dari mimpi Sang Raja dan diundang ke istana, Nabi Yusuf as menunjukkan kompetensi beliau sebagai seorang yang memilki kemampuan untuk menjadi bendahara negara yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan pangan pada waktu itu (QS.Yusuf[12]:55). Dalam ayat kelima puluh lima ini juga Nabi Yusuf as memberi kriteria yang membuat dirinya layak untuk jabatan penting tersebut. Kriteria pertama adalah hafidh yang berarti mampu menjaga. Mampu menjaga amanah dan tidak menyia-nyiakannya, baik untuk kepentingan pribadi maupun golongan. Hal ini memang terbukti dengan keberhasilan beliau membawa Mesir tidak hanya aman dari bahaya kelaparan pada masa paceklik, tetapi sekaligus mampu memberikan bantuan pada negara tetangga.
Faktor kedua yang secara signifikan memberi kontribusi bagi efektifnya program pangan kerajaan Mesir tersebut adalah kepemimpinan yang luar biasa cerdas (smart leadership) dari seorang Nabi Yusuf as. Dikisahkan bahwa setelah menceritakan ta’wil dari mimpi Sang Raja dan diundang ke istana, Nabi Yusuf as menunjukkan kompetensi beliau sebagai seorang yang memilki kemampuan untuk menjadi bendahara negara yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan pangan pada waktu itu (QS.Yusuf[12]:55). Dalam ayat kelima puluh lima ini juga Nabi Yusuf as memberi kriteria yang membuat dirinya layak untuk jabatan penting tersebut. Kriteria pertama adalah hafidh yang berarti mampu menjaga. Mampu menjaga amanah dan tidak menyia-nyiakannya, baik untuk kepentingan pribadi maupun golongan. Hal ini memang terbukti dengan keberhasilan beliau membawa Mesir tidak hanya aman dari bahaya kelaparan pada masa paceklik, tetapi sekaligus mampu memberikan bantuan pada negara tetangga.
Kriteria kedua yang diajukan oleh Nabi
Yusuf as adalah ‘alim yang berarti memiliki kepandaian dan kemapuan
intelektual. Hal ini penting mengingat pengaturan masalah suatu negara bukanlah
pekerjaan ringan. Dibutuhkan semngat juang tinggi yang tak kenal putus asa
untuk mewujudkan cita-cita baldatun
thoyyibatun wa rabbun ghafur. Dengan dua kriteria inilah Nabi Yusuf
kemudian memimpin badan urusan pangan negeri Mesir kala itu bersiap menghadapi
bahaya kelaparan di musim kering. Melalui prediksi yang akurat akan kebutuhan
pangan di masa datang, panen yang mencapai swasembada di tujuh tahun pertama
disimpan untuk kepentingan masa depan. Hal ini terbukti efektif dan memberi
hasil positif sehingga pada akhirnya Nabi Yusuf as mendapat kedudukan terhormat
di kalangan bangsa Mesir makiinun amiin (QS.Yusuf[12]:54).
Yang cukup menarik kemudian adalah bagaimanakah kualifikasi seorang Nabi
Yusuf as ini dapat diperoleh seseorang. Jika kita melihat berbagai ujian dan cobaan
(fit and proper test)
yang telah dijalani Nabi Yusuf as, maka nampaknya posisi dan kedudukan yang
diperoleh beliau tersebut adalah wajar. Karena melihat besarnya cobaan dan
gadaan yang beliau alami selama hidup ini. Pertama Nabi Yusuf as berada dalam
keadaan yang tidak mengenakkan semasa kecil. Saudara-saudaranya tidak
menyukainya, bahkan memasukkannya ke dalam sumur tua hingga kahirnya ia diambil
seorang musafir dan dijual sebagai budak pembesar istana (QS.Yusuf[12]:15-21).
Kedua beliau mendapat ujian dari istri majikannya yang mengajak kepada
perbuatan yang tercela (QS.Yusuf[12]:23). Nabi Yusuf lulus dari godaan ini,
namun karena faktor kekuasaan beliau pun harus rela dimasukkan ke dalam
penjara. Penjara inilah yang menjadi ujian ketiga bagi Nabi Yusuf as, yang
dengan ketabahan dan keimanannya beliau mampu mengatasinya (QS.Yusuf[12]:33).
Itulah juga yang menjadi penguat pondasi akidah Nabi Yusuf as putra dari Nabi
Ya’qub as, putra dari Nabi Ibrahim as.
D. Ketahanan Pangan
Definisi dan paradigma ketahanan pangan
terus mengalami perkembangan sejak adanya Conference
of Food and Agriculture tahun 1943 yang
mencanangkan konsep secure, adequate and suitable supply of food for everyone
–Jaminan, Kecukupan dan Supply Yang Terjangkau dari Makanan untuk Semua
Orang-”. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu
definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni
“jaminan akses setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure
access at all times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka yang
dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450
indikator tentang ketahanan pangan (HTI, 2012).
Ada
sebuah fakta yang
disampaikan waktu penulis berada di Wamena, Papua. Mengapa gigi dan senyum
orang Irian manis-manis dan putih seperti mutiara? Tidak lain adalah karena
mereka tidak makan makanan yang instant, aneh-aneh dan keras-keras. Yang di
makan adalah ubi, talas, papeda dari sagu dan berbagai jenis ikan. Semua itu
tidak membuat koleterol naik. Tetapi menurut keterangan beberapa pakar Papua,
kini kebiasaan itu telah berubah. Di Wamena sudah terkenal makanan-makanan fast food, termasuk makanan-makanan keras dan
mahal-mahal. Hal itu dapat diatasi dengan kembali kepada alam (back to nature). Sesuai dengan semboyan nenek moyang
kita, kembali ke alam, kembali mencintai produk-produk kita sendiri. Termasuk
makanan, pakaian dan lain-lainnya. Baru-baru ini memang dikembangkan sistem peningkatan gizi dengan mengacu kepada
deversifikasi (penganekaragaman pangan). Mengapa? Karena tidak lain
produk-produk di dalam negeri Indonesia cukup memberi gizi dan protein kepada
penghuninya. Tidak perlu menggantungkan dari impor manakala ada
perbaikan-perbaikan sistem ekonomi kita yang sifatnya liberal ini untuk ekonomi
kerakyatan. Contoh, di semua daerah ada jagung, ketela, ubi, singkong, ganyong,
sukun, pepaya dan lain-lain yang bisa ditanam dimanapun dan membuat rakyat
tidak kelaparan. Mengapa rakyat banyak kelaparan di desa-desa? Tidak lain
karena sistem pertanian kita tidak terjangkau oleh rakyat kecil. Menurut
pepatah kita mengatakan “lebih besar pasak dari pada tiang”. Penganekaragaman
pangan merupakan hal yang perlu di kembangkan saat ini. Karena rakyat Indonesia makin bertambah. Kalau hasil pertanian makin
berkurang dan hasil perairan laut kita banyak di jajah oleh Negara lain. Karena
sistem pertanian kita masih leberalistik sifatnya, tidak mengacu kepada
ketahanan pangan dan daya beli yang cukup. Kebijakan dari pembangunan yang
selama sepuluh tahun ini dilakukan merupakan kebijakan yang “tambal sulam”.
Kini harus dibuat kembali sistem pertanian yang mengacu kepada kemanusiaan
sesuai dengan nilai ke- Indonesiaan. Yang terjadi justru sistem perekonomian
dan pertanian kita saat ini melahirkan produk-produk kriminalitas tinggi yang
dirancang oleh reklame yang konsumtif sifatnya.
Sebagai contoh pula rakyat di desa-desa juga dijejali oleh barang-barang yang
konsumtif sifatnya. Harusnya pemerintah mengembangkan agar kebutuhan rakyat
dapat dipenuhi. Misalnya ketahanan pangan harus dikembangkan, pengendalian
harga bahan pokok juga harus dikembangkan. Pemerintah sangat keliru jika
pengambilan kebijakan untuk menurunkan kemiskinan, tetapi malah menambah
kemiskinan. Contoh, kenaikan harga BBM, yang ada malah memberi peluang kepada
para spekulan dan harga terus meningkat. Contoh lagi kebijakan mengenai
kenaikan tarif tol, membuat harga-harga makin
naik. Karena para pedagang tidak sebodoh yang di tuduhkan daripada para
pengusaha. Begitu BBM dan tarif tol naik, maka harga barang dagangan juga akan
lebih tinggi lagi (Anonim, 2013).
E. Ketahanan Pangan dalam Islam
Ketahanan pangan dalam sistem Islam
tidak terlepas dari sistem politik Islam. Politik ekonomi Islam yaitu jaminan
pemenuhan semua kebutuhan primer (kebutuhan pokok bagi individu dan kebutuhan
dasar bagi masyarakat) setiap orang individu per individu secara menyeluruh,
berikut jaminan kemungkinan bagi setiap orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sekunder dan tersiernya, sesuai dengan kadar kesanggupannya sebagai individu
yang hidup dalam masyarakat yang memiliki gaya hidup tertentu. Terpenuhinya
kebutuhan pokok akan pangan bagi tiap individu ini akan menentukan ketahanan
pangan Daulah. Selain itu, ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan
yang dibutuhkan oleh rakyat besar pengaruhnya terhadap kesejahteraan dan
kualitas sumber daya manusia. Hal itu berpengaruh pada kemampuan,
kekuatan dan stabilitas negara itu sendiri. Juga mempengaruhi tingkat
kemajuan, daya saing dan kemampuan negara untuk memimpin dunia. Lebih dari itu,
negara harus memiliki kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok dan
pangan utama dari daam negeri. Sebab jika pangan pokok dan pangan utama berkaitan
dengan hidup rakyat banyak tergantung pada negara lain melalui impor hal itu
bisa membuat nasib negar tergadai pada negara lain. Ketergantungan pada
impor bisa membuka jalan pengaruh asing terhadap politik, kestabilan dan sikap
negara. Ketergantungan pada impr juga berpengaruh pada stabilitas ekonomi
dan moneter, bahkan bisa menjadi pemicu krisis. Akibatnya stabilitas dan
ketahanan negara bahkan eksistens negara sebagai negara yang independen, secara
keseluruhan bisa menjadi taruhan. Karena itu ketahanan pangan dalam Islam
mencakup: (1) Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok pangan; (2) Ketersediaan pangan
dan keterjangkauan pangan oleh individu masyarakat; dan (3) Kemandirian Pangan
Negara. Jaminan Pemenuhan Kebutuhan Pokok Pangan Negara dalam pandangan
Islam memiliki tugas untuk melakukan kepengurusan terhadap seluruh urusan
rakyatnya, baik dalam ataupun luar negri ( ri’âyah su`ûn al-ummah). Islam
mewajibkan negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok pangan (selain kebutuhan
pokok sandang dan papan serta kebutuhan dasar pendidikan,kesehatan dan
keamanan) seluruh rakyat individu per individu. Dalil bahwa itu merupakan
kebutuhan pokok diantaranya bahwa imam Ahmad telah mengeluarkan hadits dengan
sanad yang dishahihkan oleh Ahmad Syakir dari jalur Utsman bin Affan ra., bahwa
Rasulullah saw bersabda:
«كُلُّ
شَيْءٍ سِوَى ظِلِّ بَيْتٍ، وَجِلْفِ الْخُبْزِ، وَثَوْبٍ يُوَارِي عَوْرَتَهُ،
وَالْمَاءِ، فَمَا فَضَلَ عَنْ هَذَا فَلَيْسَ لابْنِ آدَمَ فِيهِ حَقٌّ»
“Segala
sesuatu selain naungan rumah, roti tawar, dan pakaian yang menutupi auratnya,
dan air, lebih dari itu maka tidak ada hak bagi
anak Adam di dalamnya”.
Hadits
tersebut juga dinyatakan dengan lafazh lain:
«لَيْسَ
لابْنِ آدَمَ حَقٌّ فِي سِوَى هَذِهِ الْخِصَالِ: بَيْتٌ يَسْكُنُهُ، وَثَوْبٌ
يُوَارِي عَوْرَتَهُ، وَجِلْفُ الْخُبْزِ وَالْمَاءِ»
“Anak
Adam tidak memiliki hak pada selain jenis ini: rumah yang ia tinggali, pakaian
yang menutupi auratnya dan roti tawar dan air”. (HR at-Tirmidzi dan ia berkata
hasan shahih).
Ini menunjukkan bahwa apa yang disebutkan di dalam lafazh hadits itu
yaitu pangan, papan dan sandang: «zhillu baytin –naungan rumah», «bayt
yaskunuhu –rumah yang ia diami-», «tsawbun yuwârî ‘awratahu –pakaian yang
menutupi auratnya-», «jilfu al-hubzi wa al-mâ’ –roti tawar dan air-» itu sudah
cukup dan di dalamnya ada kecukupan. Sabda Rasul di dalam hadits tersebut
«apa yang lebih dari ini maka anak Adam tidak memiliki hak di dalamnya» di sini
sangat gamblang bahwa tiga kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan
pokok. Kedua hadits ini menyatakan tentang kebutuhan-kebutuhan pokok
yaitu pangan, papan dan sandang. Yang lebih dari itu maka bukan kebutuhan
pokok, dan pemenuhannya terjadi dimana kebutuhan-kebutuhan pokok individu itu
telah terpenuhi. Dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok itu
termasuk kebutuhan pokok pangan negara akan menggunakan mekanisme ekonomi dan
non ekonomi seperti yang diatur oleh hukum syara’ (HTI, 2012).
F.
Eksistensi Pertanian dalam Ketahanan Pangan
Dalam Islam, pertanian adalah pekerjaan
yang penting, bahkan sampai kiamat menjelang pun, sektor ini harus tetap
diperhatikan. Nabi Muhammad saw dalam hadistnya:
“Andainya
kiamat tiba dan ditangan seseorang dari kamu ada
sebatang anak kurma, maka hendaklah ia tanpa berlengah-lengah lagi tanamkannya”.
Hadist ini mengisyaratkan
betapa pentingnya pertanian sampai kapan pun. Namun ketika pertanian kurang
mendapat perhatian, ia memberikan kesan yang besar. Hal ini terbukti ketika
perekonomian Indonesia yang berazas pertanian dialihkan pada perekonomian yang
berbasis industrialisasi. Berbagai kebijakan yang mendukung pertanian secara
berangsur dihilangkan. Akibatnya produktifitas pertanian mengalami penurunan
dan ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Namun ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, justru
sektor pertanianlah yang menyelamatkan perekonomian Indonesia. Dalam al-Qur’an
banyak dijelaskan bahwasanya dari tanah pertanianlah diperoleh sumber makanan
bagi kehidupan manuasia. Hal ini dapat dilihat pada Surah Al-A’raf (7):10
“Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan disana Kami sediakan
(sumber) penghidupan untukmu……”
Dan
pada Surah Ar-rahman 55:10-11 “Dan Bumi telah dibentangkan-Nya untuk
makhluk-(Nya), didalamnya ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai
kelopak mayang.”
Ayat-ayat ini mengisyaratkan
bahwasanya Allah telah menciptakan bumi dengan segala kekayaannya, dan manusia
dianjurkan untuk mencari penghidupan darinya. Dari bumilah didapatkan sumber
penghidupan berupa makanan.
“Allah-lah
yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di
segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya” Surah
Al-Mulk (67): 15
Ayat ini mengisyaratkan
bahwasanya kewajiban manusia untuk mendiami bumi, mengelola dan mengembangkan
bumi. Pada dasarnya isyarat ini meliputi kewajiban manusia untuk memenuhi
keperluan hidup manusia, seperti makanan, dan pakaian. Setiap individu tanpa
terkecuali diwajibkan untuk memenuhi keperluan hidup dengan usahanya sendiri. Ayat
ini juga menjadi dasar untuk mengelola sektor pertanian. Kewajiban di sektor
pertanian menjadi fardhu ain, ketika hanya pekerjaan ini saja yang
bisa dilakukan seseorang untuk mencari nafkah bagi diri dan keluarganya. Begitu
pula ketika pemerintah mengeluarkan arahan pada seseorang
yang mempunyai keahlian tertentu dalam bidang pertanian yang
diperlukan masyarakat dan tidak ada orang lain yang mampu, maka menjadi fardhu ain ia melaksanakan arahan itu. Namun ketika banyak petani
mampu melakukan usaha yang sedemikian, maka pekerjaan tersebut menjadi fardhu kifayah. Tiada dosa lagi jika telah tertunai. Dalam Islam fardu kifayah adalah hal yang mulia dan penting bagi seseorang untuk melakukannya karena manfaatnya adalah lebih besar daripada manfaatnya untuk diri sendiri. Hukumnya menjadi fardu kifayah karena untuk keperluan orang banyak (Bundamahyra, 2013).
yang mempunyai keahlian tertentu dalam bidang pertanian yang
diperlukan masyarakat dan tidak ada orang lain yang mampu, maka menjadi fardhu ain ia melaksanakan arahan itu. Namun ketika banyak petani
mampu melakukan usaha yang sedemikian, maka pekerjaan tersebut menjadi fardhu kifayah. Tiada dosa lagi jika telah tertunai. Dalam Islam fardu kifayah adalah hal yang mulia dan penting bagi seseorang untuk melakukannya karena manfaatnya adalah lebih besar daripada manfaatnya untuk diri sendiri. Hukumnya menjadi fardu kifayah karena untuk keperluan orang banyak (Bundamahyra, 2013).
G.
Pengadaan Pangan
Pertanian adalah satu
kegiatan produksi yang bertujuan untuk pengadaan makanan. Menurut Dr
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, berdasarkan pada praktek Sayyidina Umar
menjelaskan bahwasanya dalam memproduksi ini harus memperhatikan beberapa hal
yaitu berproduksi itu bertujuan mendapatkan keuntungan tertentu, memenuhi
keperluan dirinya dan keluarganya, dalam memproduksi ini tidak mengandalkan
orang lain, berproduksi itu bertujuan untuk mengembangkan manfaat yang
berkelanjutan, adanya kemandirian ekonomi (terbebas dari belenggu taklid
ekonomi), serta sebagai realisasi pengabdian diri pada Allah. Dalam memproduksi
pertanian tujuannya adalah untuk mencari keuntungan yang berguna bagi diri dan
keluarganya terlebih dahulu. Ini yang pertama kali digariskan dalam Islam,
terpenuhinya kebutuhan dalam negeri yang baik. Dalam kaitannya dengan pengadaan
pangan yang bertujuan untuk ketersediaan pangan yang cukup bagi semua orang
dalam sebuah
negara. Menurut Islam terdapat 3 cara yang dapat dilakukan yaitu sepenuhnya memproduksi sendiri, dilakukan dengan produksi sendiri dan impor serta sepenuhnya impor. Hal ini dikarenakan tidak setiap tempat menghasilkan produk makanan. Kebijakan impor pernah dilakukan pada pemerintah Umar bin Khattab saat terjadinya krisis Ramadah. Umar mengirimkan surat kepada gubernur yang ada didaerah-daerah untuk mengirimkan bantuannya. Impor makanan dapat dilakukan jika memang negara tersebut tidak dapat menghasilkan produk tersebut atau produktifitas yang ada tidak mencukupi keperluan. Keputusan untuk melakukan impor dilaksanakan dengan tidak merugikan produktifitas dalam negeri dan negara tersebut mempunyai nilai mata uang yang baik, agar dapat melakukan
pembayaran (Bundamahyra, 2013).
negara. Menurut Islam terdapat 3 cara yang dapat dilakukan yaitu sepenuhnya memproduksi sendiri, dilakukan dengan produksi sendiri dan impor serta sepenuhnya impor. Hal ini dikarenakan tidak setiap tempat menghasilkan produk makanan. Kebijakan impor pernah dilakukan pada pemerintah Umar bin Khattab saat terjadinya krisis Ramadah. Umar mengirimkan surat kepada gubernur yang ada didaerah-daerah untuk mengirimkan bantuannya. Impor makanan dapat dilakukan jika memang negara tersebut tidak dapat menghasilkan produk tersebut atau produktifitas yang ada tidak mencukupi keperluan. Keputusan untuk melakukan impor dilaksanakan dengan tidak merugikan produktifitas dalam negeri dan negara tersebut mempunyai nilai mata uang yang baik, agar dapat melakukan
pembayaran (Bundamahyra, 2013).
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,
2012. Tinjauan Historis menghadapi
Krisis. http://pikiranpertiwi.blogspot.com/2012/11/tinjauan-historis-menghadapi-krisis.html. Diakses pada tanggal 3 Desember
2013. Makassar.
Anonym,
2013. Sistem Ketahanan Pangan. http://www.poskotanews.com/2013/06/20/sistem-ketahanan-pangan/. Diakses pada tanggal 3 Desember 2013.
Makassar.
Bundamahyra,
2013. Ketahanan Pangan di Indonesia dari
perspektif Islam. http://bundamahyra.wordpress.com/2013/01/12/ketahanan-pangan-di-indonesia-dari-perspektif-islam/.
Diakses pada tanggal
5 Desember 2013. Makassar.
Indonesia,
Hizbut Tahrir, 2012. Ketahanan Pangan
dalam Persfektif Syariah Islam. http://hizbut-tahrir.or.id/2012/09/11/ketahanan-pangan-dalam-persfektif-syariah-islam/. Diakses pada tanggal 3 Desember
2013. Makassar
Shihab, M.A., Dr. M. Quraish, 1996. WAWASAN AL-QURAN Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta: Mizan.
Yuliandriansyah,
2008. Manajemen Pangan dalam Al-Qur’an.
http://yuliandriansyah.staff.uii.ac.id/2008/12/04/manajemen-pangan-dalam-alquran/. Diakses pada tanggal 3 Desember
2013. Makassar.
#Lomba menulis artikel & Foto #keadilanpangan #panganlokal #Indonesia hadiah dari @AJIIndo total 10jt. Info : http://bit.ly/NqkdNd
BalasHapus